Jakarta – Berbakti kepada orang tua, khususnya ibu, merupakan sebuah aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dalam Islam, ibu dianggap sebagai sumber keberkahan dan pintu menuju keberhasilan. Kisah Uwais Al-Qarni, yang keberkahan dan keberhasilannya dikenal luas karena pengabdian kepada ibunya, adalah contoh yang mengilhami banyak umat Muslim.
Uwais Al-Qarni, tokoh terkenal dalam sejarah Islam, memperoleh kehormatan di langit karena pengabdiannya yang tidak terukur kepada ibunya. Kisahnya, yang sering dibahas dalam khutbah dan majelis ilmu, menunjukkan pentingnya menghormati dan merawat orang tua, terutama ibu.
Seorang tokoh lain yang ceritanya sering disebut-sebut dalam konteks yang sama adalah Syekh at-Turmudzi, seorang sufi dan ulama besar di zamannya. Dia dikenal karena pemikirannya yang mendalam dan berpengaruh, terutama konsep khatmul auliya’ (pemimpin pamungkas para wali), yang merupakan pengembangan dari konsep khatmul anbiya (pamungkas para nabi). Syekh at-Turmudzi, atau Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin al-Hasan al-Hakim at-Turmudzi, adalah contoh bagaimana berbakti kepada ibu dapat membawa keberhasilan dan pencerahan spiritual.
Kisah Syekh at-Turmudzi diawali ketika ia masih muda, bersemangat untuk menuntut ilmu di luar daerah. Dia telah merencanakan untuk pergi mondok, mengikuti jejak teman-temannya yang telah lebih dahulu berangkat. Namun, saat ia menyampaikan rencananya kepada ibunya, ia mendapat jawaban yang tidak ia duga. Ibunya, yang sedang terbaring sakit, menyampaikan kekhawatirannya akan kesepian dan kebutuhannya akan perawatan jika at-Turmudzi pergi.
Konflik batin yang dialami oleh Syekh at-Turmudzi muda begitu mendalam. Di satu sisi, ada hasrat besar untuk menimba ilmu, namun di sisi lain, ada kewajiban moral untuk merawat ibunya yang sedang sakit. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk menunda rencananya dan tetap di sisi ibunya.
Meskipun keputusan ini sangat sulit, Syekh at-Turmudzi menemukan hikmah dan pelajaran penting dalam pengalamannya. Hari-harinya dihabiskan dengan merawat ibunya, dan dalam kesendirian itu, ia mendalami berbagai aspek keilmuan dan spiritualitas. Namun, ia tetap merasakan kekosongan, karena keinginannya untuk belajar ilmu agama belum terpenuhi.
Pada suatu hari, dalam keadaan penuh kesedihan, Syekh at-Turmudzi mengunjungi maqbarah untuk berziarah dan berdoa. Di sanalah ia bertemu dengan seorang kakek misterius yang, tanpa ia sadari pada awalnya, adalah Nabi Khidir. Pertemuan ini menjadi titik balik dalam hidupnya. Nabi Khidir, menyadari kesetiaan dan keikhlasan Syekh at-Turmudzi dalam berbakti kepada ibunya, menawarkan untuk mengajarkannya ilmu-ilmu langit.
Kesempatan ini diterima dengan penuh kesyukuran oleh Syekh at-Turmudzi. Dalam waktu yang singkat, ilmu yang ia peroleh dari Nabi Khidir meningkatkan pemahamannya tentang keagamaan dan spiritualitas secara signifikan. Ia menyadari bahwa kesetiaannya kepada ibunya telah membuka pintu rahmat dan ilmu yang tak ternilai.
Kisah Syekh at-Turmudzi mengajarkan bahwa kesuksesan dan keberkahan bisa datang melalui jalan yang tak terduga. Ia membuktikan bahwa berbakti kepada orang tua, khusus nya ibu, bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga sumber kebahagiaan dan pencapaian spiritual.
Akhir kisah ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan dan pengorbanan dalam berbakti kepada orang tua. Kisah Syekh at-Turmudzi dan Uwais Al-Qarni merupakan inspirasi bagi banyak umat Islam, menunjukkan bahwa berbakti kepada ibu tidak hanya menghasilkan pahala di akhirat, tetapi juga membawa berkah dan keberhasilan di dunia. Kisah-kisah ini mengingatkan bahwa ibu dapat menjadi sumber keramat bagi anak-anak yang berbakti dan dapat juga mendatangkan laknat bagi mereka yang durhaka.
Ikuti saluran Masjid Al Mubarokah di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaFmZ6F8F2p9lKqnx90s
Baca artikel kami lainnya di: Google News
Diskusi tentang post ini