Table of Contents
Jakarta – Istihadhah adalah darah yang keluar dari wanita di luar masa haid dan nifas. Darah ini umumnya disebabkan oleh gangguan medis tertentu dan tidak terkait dengan siklus menstruasi normal. Dalam Islam, darah istihadhah dianggap sebagai darah penyakit, bukan darah haid atau nifas. Oleh karena itu, hukum-hukum yang berlaku untuk darah haid dan nifas tidak berlaku untuk istihadhah.
Hukum Shalat dengan Darah Istihadhah
Dalam keadaan istihadhah, wanita tetap wajib melaksanakan shalat. Namun, ada beberapa ketentuan khusus yang harus diikuti. Wanita dengan darah istihadhah harus memperbarui wudhu setiap kali waktu shalat tiba. Ini didasarkan pada hadits dari Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa wanita istihadhah harus berwudhu setiap kali akan shalat.
Prosedur Wudhu bagi Wanita dengan Istihadhah
1. Mengganti Pembalut
Wanita yang mengalami istihadhah dianjurkan untuk mengganti pembalut sebelum berwudhu agar kebersihan tetap terjaga.
2. Berwudhu di Awal Waktu Shalat
Wanita dengan istihadhah sebaiknya berwudhu di awal waktu shalat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa wudhu masih dalam keadaan sah saat melaksanakan shalat.
3. Memperbarui Wudhu Setiap Waktu Shalat
Jika darah istihadhah keluar dan membatalkan wudhu, wanita tersebut wajib memperbarui wudhu setiap kali akan melaksanakan shalat.
Ketika Darah Istihadhah Tembus Pembalut
Ketika darah istihadhah tembus pembalut, ada beberapa pendapat ulama yang bisa dijadikan rujukan:
Mayoritas ulama menyatakan bahwa wanita dengan istihadhah harus menjaga kebersihan sebisanya dan melanjutkan shalat meskipun darah tembus pembalut. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa istihadhah adalah darah penyakit, sehingga tidak bisa dihindari dan tidak membatalkan shalat.
Dalam mazhab Syafi’i, wanita yang mengalami istihadhah harus menjaga kebersihan dan mengganti pembalut sesering mungkin. Jika darah tetap tembus, wanita tersebut tetap wajib melaksanakan shalat setelah memperbarui wudhu.
Dalil-dalil yang Mendukung
Dalam mengatasi masalah shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah, terdapat beberapa dalil dan pandangan ulama yang bisa dijadikan rujukan. Berikut ini adalah beberapa dalil yang menjelaskan hukum tersebut:
1. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitami
وَلَا يَضُرُّ خُرُوجُ دَمٍ بَعْدَ الْعَصْبِ إلَّا إنْ كَانَ لِتَقْصِيرٍ فِي الشَّدِّ
Artinya: “Tidak berbahaya keluarnya darah setelah menyumbat (kemaluan), kecuali karena sembrono dalam menutupnya.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Mesir, Maktabah at-Tijariyah Kubra: 1983], juz I, halaman 395).
2. Pendapat Syekh Sulaiman al-Bujairami dan Syekh Zakaria al-Anshari
Syekh Sulaiman al-Bujairami dalam kitab “Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib” dan Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab “Fathul Wahhab” juga memberikan pandangan serupa. Mereka menjelaskan bahwa darah yang keluar setelah adanya upaya penyumbatan tidak berbahaya, dan wanita istihadhah boleh langsung wudhu untuk shalat, dengan syarat tembusnya darah tersebut tidak karena sembrono dalam menyumbatnya.
وَلَوْ خَرَجَ الدَّمُ بَعْدَ الْعَصَبِ لِكَثْرَتِهِ لَمْ يَضُرَّ أَوْ لِتَقْصِيرِهَا فِيهِ ضَرَّ
Artinya: “Jika darah (istihadhah) keluar setelah menyumbat (kemaluan) karena banyaknya (darah), maka tidak berbahaya. Atau, jika keluarnya karena sembrono maka berbahaya.” (Syekh Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz III, halaman 216. Syekh Zakarian al-Anshari, Fathul Wahab, I/50. Sulaiman al-Jamal, Futuhah al-Wahab, I/243).
3. Pendapat Ulama mengenai Status Ma’fu
Para ulama berbeda pendapat perihal status ma’fu (dimaafkan) dan tidaknya darah istihadhah. Imam Ibnu Hajar al-Maki dan Ibnu ar-Rif’ah mengatakan bahwa darah istihadhah hukumnya ma’fu, baik sedikit atau banyak. Sedangkan Imam Ramli al-Mishri dan Imam an-Nasya’i mengatakan ma’fu jika darahnya sedikit dan tidak ma’fu jika darahnya banyak.
Namun demikian, yang dimaksud ma’fu dalam pembahasan ini adalah hanya untuk shalat yang sedang dihadapi saja, selebihnya ia wajib mengulangi basuhan dan membersihkan atau memperbaharui pembalutnya kembali. Contohnya, jika wanita istihadhah hendak mengerjakan shalat Zhuhur, kemudian ia membersihkan dan menyumbat kemaluannya, namun setelah itu darahnya masih keluar, maka darah yang keluar ini hukumnya ma’fu hanya untuk shalat Dzuhur saja, sedangkan untuk shalat Ashar, Maghrib, Isya dan seterusnya, ia wajib untuk membersihkannya kembali.
4. Pendapat Syekh Sulaiman al-Jamal
Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya “Futuhat al-Wahab bi Taudhihi Syarhi Minhaj at-Thullab” menyatakan bahwa darah istihadhah yang dima’fu hanya berlaku untuk shalat yang sedang dihadapi saja. Untuk shalat berikutnya, wanita tersebut wajib membasuh kemaluannya, membasuh pembalut atau memperbaharuinya sesuai kemampuannya.
وَقَوْلُهُ بِالنِّسْبَةِ لِتِلْكَ الصَّلَاةِ خَاصَّةً، وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ الْآتِيَةِ فَيَجِبُ غَسْلُهُ وَغَسْلُ الْعِصَابَةِ أَوْ تَجْدِيدُهَا بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ
Artinya: “Perkataan mushannif (perihal darah istihadhah yang dima’fu) hanya untuk shalat yang akan dihadapinya saja, sedangkan untuk shalat setelahnya, maka ia wajib untuk membasuh kemaluannya, membasuh pembalut atau memperbaharuinya sesuai kemampuannya.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Futuhat al-Wahab bi Taudhihi Syarhi Minhaj at-Thullab, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz I, halaman 242).
Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa dalam kondisi istihadhah, wanita tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat dengan memperbarui wudhu setiap kali waktu shalat tiba dan menjaga kebersihan sebisanya. Prinsip utama yang harus dipegang adalah bahwa istihadhah adalah darah penyakit, bukan darah haid atau nifas, sehingga tidak membatalkan shalat.
Panduan Praktis untuk Wanita dengan Istihadhah
Agar wanita yang mengalami istihadhah tetap dapat melaksanakan ibadah shalat dengan benar dan nyaman, berikut beberapa panduan praktis yang bisa diikuti:
1. Menjaga Kebersihan
Menjaga kebersihan adalah hal yang sangat penting bagi wanita yang mengalami istihadhah. Darah istihadhah yang terus menerus keluar bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan meningkatkan risiko infeksi jika kebersihan tidak terjaga. Pastikan untuk membersihkan area yang terkena darah dengan air bersih setiap kali mengganti pembalut. Selain itu, penggunaan tisu basah yang tidak mengandung alkohol dapat membantu membersihkan area tersebut dengan lembut.
2. Mengganti Pembalut Secara Teratur
Mengganti pembalut secara teratur adalah langkah penting untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan. Penggunaan pembalut dengan daya serap tinggi dapat membantu mengurangi frekuensi penggantian, namun tetap pastikan untuk mengganti pembalut setidaknya setiap 4-6 jam sekali atau lebih sering jika darah keluar lebih banyak. Hal ini juga dapat mencegah iritasi kulit dan infeksi.
3. Berwudhu di Awal Waktu Shalat
Salah satu cara untuk memastikan bahwa wudhu tetap sah hingga selesai shalat adalah dengan berwudhu di awal waktu shalat. Sebagai contoh, jika waktu shalat Dhuhr tiba, segeralah berwudhu dan melaksanakan shalat. Dengan demikian, Anda memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan shalat sebelum wudhu batal kembali. Selain itu, berwudhu di awal waktu shalat juga dapat memberikan ketenangan pikiran dan membantu melaksanakan shalat dengan lebih khusyuk.
4. Memperbarui Wudhu Setiap Waktu Shalat
Menurut hadits Nabi Muhammad SAW, wanita yang mengalami istihadhah harus memperbarui wudhu setiap kali waktu shalat tiba. Meskipun darah masih terus keluar, wudhu tetap harus diperbarui agar shalat sah. Pastikan untuk berwudhu dengan benar, mengikuti tata cara yang sudah diajarkan dalam agama Islam. Setelah berwudhu, jangan lupa untuk segera melaksanakan shalat agar wudhu tetap sah hingga selesai shalat.
5. Menggunakan Pembalut yang Tepat
Pemilihan pembalut yang tepat sangat penting untuk kenyamanan dan kebersihan. Gunakan pembalut dengan daya serap tinggi untuk mengurangi kemungkinan darah tembus. Selain itu, pilihlah pembalut yang nyaman dan tidak menyebabkan iritasi kulit. Ada berbagai jenis pembalut di pasaran, mulai dari yang berbahan katun hingga yang memiliki lapisan khusus untuk menyerap darah lebih banyak. Pilihlah yang paling sesuai dengan kebutuhan dan preferensi Anda.
6. Konsultasi Medis
Jika mengalami istihadhah yang berkepanjangan atau tidak normal, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter. Istihadhah bisa disebabkan oleh berbagai kondisi medis, seperti gangguan hormonal, infeksi, atau masalah pada organ reproduksi. Dokter dapat membantu mendiagnosis penyebabnya dan memberikan penanganan yang tepat. Selain itu, mendapatkan nasihat medis juga dapat membantu mengelola gejala istihadhah dengan lebih baik dan mencegah komplikasi yang mungkin timbul.
7. Menggunakan Pakaian yang Nyaman
Memakai pakaian yang nyaman dan longgar dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan selama mengalami istihadhah. Hindari pakaian yang terlalu ketat atau berbahan sintetis yang dapat menyebabkan iritasi kulit. Pakaian berbahan katun atau linen yang lembut di kulit sangat dianjurkan. Selain itu, penggunaan pakaian dalam yang bersih dan menyerap keringat juga penting untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan.
8. Membawa Persediaan Tambahan
Selalu bawa persediaan tambahan seperti pembalut, tisu basah, dan pakaian dalam bersih saat bepergian. Hal ini penting untuk berjaga-jaga jika Anda perlu mengganti pembalut atau membersihkan diri di luar rumah. Dengan membawa persediaan tambahan, Anda dapat tetap merasa nyaman dan bersih di mana pun berada.
9. Mengatur Pola Hidup Sehat
Mengatur pola hidup sehat juga dapat membantu mengelola gejala istihadhah. Konsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, dan rutin berolahraga dapat membantu menjaga keseimbangan hormon dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Hindari stres berlebihan karena stres dapat mempengaruhi siklus menstruasi dan memperburuk gejala istihadhah.
Dengan mengikuti panduan praktis di atas, diharapkan wanita yang mengalami istihadhah dapat tetap melaksanakan ibadah shalat dengan benar dan nyaman. Tetap jaga kebersihan, konsultasikan masalah medis jika diperlukan, dan atur pola hidup sehat untuk membantu mengelola kondisi ini dengan lebih baik. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan kekuatan dalam menjalani setiap ujian yang diberikan.
Kesimpulan
Hukum shalat ketika darah istihadhah tembus pembalut telah dijelaskan secara rinci oleh para ulama berdasarkan dalil-dalil yang ada. Wanita dengan istihadhah tetap wajib melaksanakan shalat dengan memperbarui wudhu setiap kali waktu shalat tiba dan menjaga kebersihan sebisanya. Prinsip utama yang harus dipegang adalah bahwa istihadhah adalah darah penyakit, bukan darah haid atau nifas, sehingga tidak membatalkan shalat.
Dengan memahami dan mengikuti panduan ini, diharapkan wanita yang mengalami istihadhah tetap bisa melaksanakan ibadah shalat dengan benar dan khusyuk.
Ikuti saluran Masjid Al Mubarokah di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaFmZ6F8F2p9lKqnx90s
Baca artikel kami lainnya di: Google News
Diskusi tentang post ini