Jakarta – Salah satu kisah yang menarik tentang hari Arafah adalah dialog antara seorang wali Allah yang memiliki karunia mukasyafah (penyaksian gaib) dan Iblis yang berwujud manusia. Kisah ini diceritakan oleh Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumiddin, yang merupakan salah satu kitab klasik terkenal dalam Islam.
Menurut Imam Al-Ghazali, peristiwa ini terjadi ketika seorang wali Allah yang termasuk golongan muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah) sedang berada di padang Arafah bersama jutaan jamaah haji lainnya. Di sana, ia melihat seorang laki-laki yang tampak sangat menyedihkan, dengan tubuh kurus kering, kulit pucat lesu, mata berlinang air mata, dan punggung bungkuk.
Wali Allah itu merasa penasaran dengan sosok laki-laki itu, yang ternyata adalah Iblis yang menyamar sebagai manusia. Ia pun mendekatinya dan bertanya-tanya apa yang membuatnya menangis dan meratapi nasibnya di tengah-tengah orang-orang yang bersemangat beribadah kepada Allah.
“Hai Iblis, apa yang membuatmu menangis seperti ini?” tanya wali Allah.
Iblis menjawab, “Aku menangis karena melihat jamaah haji yang datang ke Ka’bah dengan ikhlas tanpa mencari keuntungan dunia. Mereka datang ke Ka’bah hanya untuk mencari ridha Allah. Aku khawatir apa yang mereka harapkan tidak akan sia-sia di sisi Allah. Itulah yang membuatku sedih.”
“Lalu kenapa kamu menjadi kurus begini?”
“Karena mendengar suara kuda-kuda yang membawa jamaah haji di jalan Allah. Seandainya kuda-kuda itu membawa mereka di jalan kekufuran dan kemaksiatan, tentu aku lebih suka,” jawab Iblis.
“Kemudian apa yang membuatmu pucat?”
Iblis menjawab, “Karena melihat jamaah haji yang saling tolong-menolong dalam ketaatan kepada Allah. Seandainya mereka saling tolong-menolong dalam kemaksiatan kepada Allah, tentu aku lebih senang.”
Wali Allah itu kembali bertanya, “Lalu mengapa punggungmu bungkuk seperti itu?”
Iblis menjawab, “Karena mendengar doa orang-orang beriman yang memohon husnul khatimah (akhir yang baik) kepada Allah, ‘Ya Tuhanku, berikanlah aku husnul khatimah.’”
“Aku merasa celaka, kapan mereka akan sombong dengan amalnya dan merasa puas dengan dirinya (sehingga amalnya menjadi sia-sia)? Apakah mereka sudah lepas dari tipu dayaku?” Iblis mengeluh.
Itulah kisah yang dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 304). Kisah ini juga dikomentari oleh Sayyid Az-Zabidi dalam kitabnya Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin.
Sayyid Az-Zabidi menyebutkan bahwa kisah ini sebelumnya telah diriwayatkan oleh Syekh Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qutul Qulub. (Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin,[Beirut, Muasasatut Tarikhil Arabi: 1994 M/1414 H], juz IV, halaman 271).
Imam Al-Ghazali mengutip kisah ini setelah menyebutkan hadits nabi yang menjelaskan keutamaan hari Arafah, “Tidak ada hari yang lebih membuat setan merasa hina, rendah, dan marah daripada hari Arafah. Hal itu karena setan melihat rahmat Allah yang turun kepada jamaah wukuf.”
Allah juga mengampuni dosa-dosa besar orang-orang yang berwukuf di hari Arafah, bahkan ada riwayat yang menyebutkan, ‘Ada jenis-jenis dosa tertentu yang tidak bisa dihapus kecuali dengan berwukuf di Arafah.’”
Ikuti saluran Masjid Al Mubarokah di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaFmZ6F8F2p9lKqnx90s
Baca artikel kami lainnya di: Google News
Diskusi tentang post ini